Senin, 12 April 2010

Keterbatasan Bukanlah Hambatan tapi Tantangan Hidup

Kita semua, siapapun anda tidak terkecuali, pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Kadang-kadang kekurangan tersebut terlihat lebih mendominasi dibandingkan kelebihan yang kita miliki. Beberapa orang begitu mudahnya terkena penyakit. Beberapa orang yang lain begitu sulitnya mengatur keuangan mereka. Beberapa orang yang lain kesulitan untuk berkomunikasi dan membangun sebuah relasi, dan masih banyak lagi.

Dari orang-orang tersebut, banyak yang menganggap bahwa kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi sebagai sebuah nasib buruk atau takdir - tetapi saya tekankan disini : tidak semua orang. Beberapa dari mereka justru menghadapi rintangan-rintangan sangat besar dalam hidupnya dan bahkan masih berjuang untuk meraih sesuatu hal yang mereka impikan. Mereka bangkit diatas kekurangan mereka dan tidak membiarkan kekurangan mereka tersebut membatasi mereka untuk maju.

Semua itu adalah pilihan anda, untuk menganggapnya sebagai nasib/takdir atau sebuah tantangan yang harus dihadapi.

Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan seorang kawan lama. Saya dahulu mengenalnya sebagai seseorang yang kurang baik dalam berkomunikasi. Kini ia cukup sukses di bisnis jaringan yang ia jalankan. Ia sering menjadi pembicara dalam seminar-seminar dalam bisnis jaringan yang ia jalankan.

Saya yakin sekali, pasti ada minimal 1 orang dari teman-teman anda yang dapat berdiri tegak diatas kekurangannya. Atau malah mungkin anda sendiri. Jika memang demikian, acung jempol untuk anda.

Jika anda perhatikan dengan seksama, banyak sekali sebetulnya orang yang menghadapi rintangan yang jauh lebih dahsyat dari yang kita alami. Mereka mungkin kehilangan kedua kakinya atau mereka lahir dan hidup di kemiskinan yang amat sangat. Tetapi apapun kesulitan yang dihadapi, anda akan selalu menemukan orang-orang yang dapat mengatasi kesulitan tersebut.

Berikut adalah beberapa contoh :

- Lance Armstrong, kehilangan salah satu testis nya akibat kanker dan mengalami penderitaan yang amat sangat pada tubuhnya akibat kemoterapi yang ia jalani. Namun ia mampu menjuarai Tour de France sebanyak 7 kali – sebuah kejuaraan balap sepeda paling bergengsi sedunia.

- Ringo Starr, pemain drum grup musik the Beatle. Ia berasal dari keluarga yang sangat miskin. Hidup masa kecilnya selalu ditemani dengan penyakit dan menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah sakit.

- Hellen Keller, pada usia 19 bulan tiba-tiba jatuh sakit dan kemudian kehilangan indera pendengaran dan penglihatannya, dimana saat itu ia sedang aktif-aktifnya belajar berbicara sebagaimana balita seusianya. Ia akhirnya menjadi pembicara dan motivator yang terkenal di dunia dan menjadi pengacara untuk banyak kasus-kasus sosial.

- Wilma Rudolph, semenjak kecil menderita karena campak, cacar air, gondok, radang paru-paru dan bahkan polio. Akibat polio, kakinya menjadi sangat lemah dan bentuknya berubah. Dokter mengatakan bahwa ia tidak akan pernah bisa berjalan lagi. Wilma Rudolph kemudian tercatat sebagai peraih 3 medali emas olimpiade 1960 dalam perlombaan lari.

- Mark Inglis, mengalami kecelakaan saat pendakian gunung, mengakibatkan kedua kakinya harus diamputasi. Tetapi setelah kejadian itu, ia mendaki gunung Everest – gunung terganas di dunia.

Contoh diatas adalah kasus-kasus dimana orang-orang menghadapi rintangan yang sangat ekstrim, dan anda mungkin berpikir mudah saja bagi saya menuliskan cerita mereka. Tetapi bukan itu permasalahannya. Pemikirannya adalah : apa yang bisa anda lakukan dibalik kekurangan anda, apapun itu.

Seperti telah saya kemukakan diawal bahwa kita semua pasti memiliki kekurangan, dan walaupun anda pasrah terhadap rintangan-rintangan yang anda hadapi, anda akan selalu menemukan orang-orang yang dapat mengatasi rintangan tersebut. Anda hanya akan melihat keberhasilan mereka saja mengatasi rintangan yang sama dengan yang anda hadapi ataukah anda justru yang berhasil mengatasi rintangan tersebut. Sikap kita menghadapi rintangan adalah yang utama.

“Rintangan-rintangan tidak dapat menghentikan anda. Masalah-masalah tidak dapat menghentikan anda. Orang lain tidak dapat menghentikan anda. Hanya anda yang dapat menghentikan anda sendiri.”
- Jeffrey Gitomer -

Sebelum saya akhiri artikel ini, saya ingin meminta waktu anda beberapa menit lagi untuk melihat sebuah video klip yang luar biasa. Video ini bercerita tentang seseorang bernama Nick Vujicic, yang dilahirkan tanpa kaki dan tangan. Hidup dengan banyak rintangan, bahkan sebagian orang menyebutkan rintangan yang mustahil ia lalui. Namun Nick sungguh luar biasa, ia dapat melalui semuanya layaknya orang normal. Nick kini menjadi sumber harapan dan inspirasi bagi jutaan orang di muka bumi.

So.. Limitations are not obstacles but challenges of life. Keterbatasan bukanlah hambatan tapi tantangan hidup. :)

Mengatasi Masalah dengan Memahami Perbedaan

Masalah tak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita merasa punya masalah ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Konflik, baik intrapersonal, interpersonal maupun konflik sosial merupakan bagian dari masalah yang kita hadapi. Interaksi interpersonal dan social paling sering memicu konflik. Kita pasti sering merasa sudah sangat dekat, sangat memahami dan sanggup menerima seseorang apa adanya, tetapi ketika ada sedikit saja yang tidak sesuai dengan perasaan atau pemikiran kita, kita merasa tak akan ada solusi. Kedekatan hati dan kesiapan berbagi tidak selalu membuahkan harmoni karena hidup memiliki banyak sisi untuk dimengerti, dinikmati, dijalani sepenuh hati.

Pemicu utama konflik ialah perbedaan. Berlanjut menjadi pertengkaran, pertentangan dan kemudian bisa berpotensi menjadi konflik yang lebih serius. Konflik, sekecil apapun kelihatannya, tidak bisa dianggap sepele juga tidak harus disikapi secara berlebihan. Kita bisa mengelola sikap kita dalam menghadapi konflik dengan mengetahui dan memahami akar permasalahannya.

Pertama, konflik muncul karena seseorang tidak terbiasa menyikapi perbedaan dengan tepat. Manusia diciptakan dengan ribuan sifat dan watak yang berbeda, sehingga cara dan sikap hidup tiap orang tidak sama. Kesadaran akan adanya keragaman dan perbedaan ini yang mutlak diperlukan untuk kelangsungan setiap hubungan baik personal maupun interaksi sosial. Kedua, timbulnya konflik juga dipicu oleh sikap egoistis, selalu membenarkan pendapat sendiri dan merasa diri paling benar. Dalam pola komunikasi internal keluarga maupun lingkungan sosial, sikap seperti ini banyak kita temukan.Berbeda pendapat sering dianggap sebagai ancaman bahkan serangan terhadap eksistensi seseorang. Tiap individu memiliki keinginan, dan kebutuhan yang tidak selalu sama. Cara pandang setiap orang terhadap konflik akan menentukan pula cara ia menghadapi dan menangani konflik.

Ada beberapa hal yang bisa dijadikan landasan dalam mengelola sikap terhadap konflik.

1.

Bersikap dan bertindak bijak terhadap kelebihan dan kekurangan orang lain (orang tua, pasangan hidup, sahabat atau orang yang kurang kita sukai). Sikap bijak lahir dari kesadaran diri bahwa tiada manusia yang sempurna. Kekurangan orang lain kerap kali menyulut konflik ketika kita tidak siap dan tidak mau menerimanya. Kelebihan orang lain pun tak jarang membuat kita merasa iri, benci memusuhi dan akhirnya jadi dengki… Naudzubillah. Kekurangan seseorang, baik moral maupun material bukan untuk dihakimi. Kekurangan adalah sisi ketidaksempurnaan yang patut kita lengkapi dengan pengertian, serta keikhlasan untuk membantu memperbaikinya. Sedangkan kelebihan orang merupakan anugerah Allah SWT yang sangat pantas kita syukuri. Berani mengakui kelebihan orang dan menghargainya adalah bagian dari memuliakan Yang Maha Bijaksana. Memang tidak mudah merealisasikannya karena butuh keikhlasan untuk melakukannya. Namun, dengan belajar dan berlatih memahami orang lain akan menuntun kita pada sikap dan tindakan yang bijak. (saya juga sedang belajar)
2.

Bersikap dan bertindak bijak terhadap diri sendiri dengan mensyukuri kelebihan yang kita miliki, memanfaatkan kelebihan diri dengan rendah hati di jalan kebaikan dan kebenaran, serta menyadari kekurangan diri dan selalu berupaya memperbaiki diri. Sebaik-baik manusia adalah yang tidak sibuk mengutuk kekurangan diri, tetapi selalu berusaha memperbaiki diri. Banyak di antara kita yang mungkin masih menganggap kekurangan (diri sendiri dan orang lain) sebagai aib yang harus di-genocida secara mutlak. Padahal, kekurangan bisa membuat kita dicintai selama kita terus berusaha memperbaikinya dan tidak selalu mengharap dikasihani. Menyadari kekurangan diri akan mmbenamkan hati kita ke dalam keinsyafan bahwa kita membutuhkan orang lain untuk berbagi, saling mengisi dan saling melengkapi.
3.

Melunakkan hati dan memaafkan. Untuk melakukan kedua hal ini diperlukan kesabaran dan ketulusan. Konflik seringkali membuat kita merasa tersakiti dan ingin mengakhiri sebuah hubungan dengan siapa saja. Itu mah jalan pintas. Nafsu harus dikendalikan agar tidak memicu konflik yang berkepanjangan.
Memaafkan kesalahan orang lain memang tidak mudah. Butuh waktu, kesabaran, keikhlasan dan lagi-lagi pengertian. Orang berbuat salah tidak selalu disengaja. Seperti yang pernah diungkapkan K.H. Abdullah Gymnastiar dalam tausyiahnya bahwa ada orang yang berbuat salah karena ia tidak menyadari bahwa ia salah dan ada orang yang melakukan kesalahan kemudian ia mengetahui perbuatannya salah, tetapi ia belum sanggup memperbaikinya. Mungkin orang lain yang berkonflik dengan kita juga menganggap kita yang salah dan tidak bisa dimaafkan. Makanya, agama menyuruh kita untuk saling memaafkan, selalu mengingat kebaikan orang lain terhadap kita dan melupakan jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain agar kita dapat melatih diri mengelola emosi (nafsu amarah). Dengan melupakan jasa diri terhadap orang lain, kita bisa menghilangkan rasa sakit hati ketika orang tersebut tidak menghargai kebaikan kita. Dengan mengingat kebaikan orang lain, kita dapat melunakkan hati kita untuk tidak memasung hati dalam kebencian. Bagaimanapun, kebencian yang kita tanam akan membuat hati semakin keras dan angkuh (merasa diri tak pernah berbuat salah).

Sejatinya, konflik merupakan pembelajaran sikap hidup, pendewasaan berpikir dan pematangan jiwa seseorang. Dengan adanya konflik, kita mengetahui sifat dan karakter seseorang yang mungkin selama ini tertutupi. Konflik juga mendidik kita untuk belajar memahami orang lain, menghargai perbedaan dan mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari yang berbhineka.